IBL

Gary Payton adalah bintang di era akhir 1990-an. Ia lalu bergabung dengan Nike dan punya prevelensi mendapat sepatu khusus. Mimpi banyak pebasket itu akhirnya diraih Payton setelah peluncuran Nike Air Zoom GP yang dirilis pada 1999. Selang 20 tahun, Sang pabrikan tampaknya ingin bernostalgia dengan mantan bintang Seattle Supersonics itu.

Bantalan Air Zoom adalah salah satu teknologi yang dikembangkan Nike untuk memenuhi kebutuhan para pebasket. Sebelum Nike LeBron, adalah Nike Air Zoom GP sepatu dengan penempatan bantalan itu dengan ukuran yang cukup besar. Setidaknya 70% bantalan Air Zoom mengisi sol Phylon yang kemudian ditutup dengan lapisan karet bertekstur herringbone.

Pada bagian atas, Payton punya permintaan yang terbilang unik. Sepatunya punya struktur temali yang unik. Ujungnya memuat gesper besi yang biasa ditemui pada sepatu roba (Roller Blade) maupun pengunci pada papan salju (Snowboard). FItur itu membuat sepatu ini terbilang berat, apalagi bagian atasnya sepenuhnya menggunakan bahan kulit.

Eric Avar adalah sosok di balik perumusan desain ini. Ia kini menjabat sebagai wakil presiden bidang desain sekaligus tangan kanan Tinker Hatfield sang desainer Air Jordan.

Sepatu ini dijuluki “The Glove”. Nike kala itu mengenalkan cangkang plastik berjuluk Monkey Paws yang diterapkan hampir di semua sepatu basket besutannya. Cangkang itu ditempatkan di dalam bagian atas dan akan membungkus kaki laiknya sebuah sarung tangan yang sedang membungkus telapak tangan. Sang pabrikan juga menjanjikan bahwa fitur ini akan mengurangi kemungkinan cedera pergelangan kaki. Setidaknya itulah bahan pemasaran mereka meski sejatinya tidak ada kaitan antara sepatu dan kemungkinan cedera pergelangan.

Setelah melalangbuana bersama Seattle, ia kemudian hijrah ke Los Angeles Lakers pada 2003. Penghuni NBA Hall of Fame itu akhirnya dapat menjunjung piala juara bersama Miami Heat pada 2006 dengan memakai sepatu yang akan dirilis ulang ini berwarna merah-hitam. Nike Air Zoom GP 2019 akan dilepas pada 20 April 2019 dengan harga yang belum diumumkan.

Terlepas dari ambisi menelurkan sepatu-sepatu berdesain baru, merilis ulang sepatu edisi lawas (Retro-ing) tengah populer dewasa ini. Lihatlah bagaimana adidasmelakukannya pada sepatu-sepatu lari era 1980-an. Juga Asics dan Mizuno dari Jepang yang membangkitkan lagi sepatu lari berpostur gemuk.

Tren semacam ini bisa jadi sebagai ajang nostalgia demi meraih atensi penikmat sneaker yang kini sudah dewasa. Di samping itu, kehadiran produk-produk lawas yang diperbaharui bisa jadi penyegar di tengah maraknya desain yang serba futuristik. Lalu, edisi apa yang jadi favorit? Semua tergantung dari tujuan Anda memilih sepatu.

Foto: NBA, Nike, Nick DePaula/Sole Collector

 

Komentar