IBL

Stapac Jakarta berhasil mengalahkan Satria Muda Pertamina Jakarta 79-68 di gim pertama final IBL 2018-2019. Sepanjang gim, Stapac memang terlihat menguasai pertandingan dari segala sisi. Tim asuhan Giedrius Zibenas ini selalu dalam posisi unggul selepas kuarter pertama dan menutupnya dengan kemenangan meyakinkan berselisih dua digit poin. Pertanyaan terbesarnya, benarkah Satria Muda tak memiliki celah untuk mengalahkan Stapac? Tak mampukah Satria Muda mencuri kemenangan di Bandung?

Sebelum memulai laga final ini, Satria Muda seharusnya berada dalam kondisi mental terbaik mereka. Terseok-seok di musim reguler, Satria Muda seolah berada di playoff mode dengan menyapu bersih Bima Perkasa Jogjakarta di putaran pertama. Secara permainan, tim asuhan Youbel Sondakh ini berubah banyak dari musim reguler.

Setelahnya, mereka harus melalui adangan dari juara Divisi Merah, NSH Jakarta. Gim pertama dilalui dengan sangat baik dengan kemenangan telak berslisih 19 poin. Sayangnya, Jamarr Andre Johnson terkena cedera achilles dan harus absen di sisa laga. Meski NSH berhasil mencuri gim kedua, Satria Muda kembali tampil perkasa di gim ketiga dan memastikan diri di final.

Menyeleksi Tembakan

Salah satu masalah terbesar di basket Indonesia adalah seleksi tembakan (shot selection). Rasanya, tidak cukup pemain tahu atau sadar di mana titik-titik terbaik mereka untuk melepaskan tembakan. Di gim pertama, saya cukup kagum dengan Hardianus yang berhasil memasukkan tiga dari empat tripoinnya. Bukan karena akurasinya, saya kagum karena Hardianus hanya mencoba tembakan tersebut di dua tempat yang sama. Tiga tembakan ia lepaskan di area sayap kanan Stapac dan hanya gagal satu. Sementara satu tembakan masuk lainnya, ia lepaskan di area sayap kiri dan masuk.

Ada empat pemain Satria Muda lainnya yang mencoba tripoin di gim ini. Namun, hanya Vamiga Michel yang memilih tempat yang sama dalam dua tembakannya, yakni sudut kiri. Arki, Avan Seputra, Juan Laurent Kokodiputra mencoba dari beberapa tempat yang berbeda. Bahkan, pemain dengan akurasi tripoin rendah (11 persen) seperti Arki tak seharusnya melepaskan tembakan di area tripoin.

Dari statistik yang disediakan oleh IBL, seharusnya hanya Kevin Sitorus, Lowhorn, Hardianus, dan Sandy Ibrahim Azis yang mendapatkan lampu hijau untuk menembak tripoin. Keempat pemain di atas memiliki akurasi di atas 30 persen selama musim reguler dengan Sandy menjadi yang terendah di angka 33 persen.

Menariknya, Kevin Sitorus yang di musim reguler memiliki akurasi tripoin terbaik di tim dengan 38 persen justru hanya melepaskan empat tembakan selama playoff. Di gim final perdana kemarin, ia bahkan hanya melepaskan satu tembakan, itupun bukan tripoin. Satu-satunya pemain yang memilki akurasi tripoin lebih baik di playoff ketimbang di musim reguler adalah Avan, yang naik dari 24 ke 33 persen.

Antisipasi Kesalahan Sendiri (Turnover)

Satria Muda membuat 15 kesalahan sendiri (turnover) berbanding 13 milik Stapac. Secara sekilas, memang angka tersebut terlihat normal atau bisa dimaklumi karena selisihnya tidak banyak. Masalah besar terlihat setelah menilik lebih dalam. Dari 13 turnover tersebut, Stapac berhasil menghasilkan 24 poin.

Jika dihitung dengan mudah, 24 poin tersebut datang dari 12 kali tembakan dua poin. Artinya, Stapac berhasil mengonversi 12/13 penguasaan bola tambahan akibat turnover Satria Muda yang setara dengan 92 persen.

Melihat ke dalam cuplikan pertandingan, beberapa turnover yang terjadi memang membuat Stapac dengan mudah meneyerang balik Satria Muda. Salah satu hal yang mengindikasikan bahwa fokus para pemain Satria Muda benar-benar tidak sepenuhnya ada di lapangan. Jika tidak bisa membatasi turnover, hal terbaik adalah mengantisipasi lawan memanfaatkan penguasaan bola tambahan tersebut.

Membatasi Offensive Rebound (Savon Goodman)

Saya sangat sepakat dengan pernyataan Kepala Pelatih Stapac, Giedriuz Zibenas, mengenai susunan pemain kedua tim. Pelatih yang akrab disapa Ghibby tersebut berulang kali berujar bahwa Satria Muda adalah tim yang secara materi lebih baik dari Stapac. Tinggi badan yang menjulang, fisik yang apik (penampakan luar semua pemain Satria Muda sangat berotot), dan fakta bahwa mereka juara bertahan adalah kelebihan tim ini.

Dari statistik gim pertama, salah satu hal yang langsung menarik perhatian saya adalah total rebound kedua tim. Stapac berhasil mengungguli perolehan rebound Satria Muda dengan 41-35. Menilik lebih dalam, 16 dari 41 rebound Stapac datang dari offensive rebound (OR). Lebih dalam lagi, 8/16 OR tersebut didapatkan oleh orang yang sama, Savon Goodman.

Hal ini adalah hal yang harus dihentikan oleh Satria Muda di gim kedua nanti. Meskipun, second chance points Stapac kecil (11 poin dari 16 OR), banyaknya jumlah OR harus dihentikan. Dari delapan OR tersebut, Savon empat kali mendapat bola di udara (atau mengarah langsung ke arahnya), sisanya, ia dapatkan dengan mencuri posisi box out pemain Satria Muda.

Box out adalah salah satu hal dasar dalam permainan basket yang sifatnya sama seperti tembakan gratis (free throw), sering diremehkan. Dalam OR yang didapatkan Savon di area bawah (tidak di atas kepala), semua mata pemain Satria Muda tertuju kepada bola. Salah satu keadaan tersebut berhasil tertangkap di tayangan.

Jika jumlah OR Savon dicabut dari statistik gim perdana, maka Stapac hanya memiliki OR dari Kendal Yancy, Mei Joni, Kaleb Ramot Gemilang, dan Fandi Andika Ramadhani. Untuk membatasi ini, pemain seperti Kevin Yonas Sitorus, Laurentius Steven Oei, Vamiga Michel, Rizal Falqoni, dan Arki Dikania Wisnu harus berkonsentrasi penuh saat melakukan boxout.

Akurasi Tembakan Gratis

Seperti yang sudah saya ungkapkan di atas, tembakan gratis adalah salah satu hal yang paling sering dilupakan oleh pemain atau bahkan tim basket. Meski seolah hanya kalah sedikit, 47 persen berbanding 59 persen, kehilangan poin di area ini benar-benar disayangkan. Karena seperti namanya yang “gratis” tembakan di sini tidak mendapat gangguan lawan.

Satria Muda hanya mampu memasukkan 8/17 tembakan gratis mereka sementara Stapac berhasil menceploskan 13/22 tembakan gratis mereka. Jika Satria Muda mampu memasukkan setidaknya lima tembakan lain mereka, seharusnya selisih poin pun tidak akan sejauh ini.

Dalam kasus ini, Lowhorn harus mendapat perhatian khusus dari tim pelatih Satria Muda. Di gim pertama, ia mendapat kesempatan enam kali tembakan gratis dan hanya mampu memasukkan dua di antaranya. Gaya bermain Lowhorn yang banyak bekerja di area kunci dan mendapatkan pengawalan dua hingga tiga pemain Stapac jelas akan memancing banyak foul. Jika tak kunjung memperbaiki akurasinya untuk gim kedua, Satria Muda jelas kesulitan.

Di sisi lain, Satria Muda juga harus memperhatikan keputusan membuat pelanggaran mereka. Pemain-pemain seperti Kaleb, Yancy, dan Abraham Damar Grahita sebaiknya tak mereka langgar saat melakukan tembakan dalam jumlah yang banyak.

Di gim pertama, jumlah kesempatan tembakan gratis terbanyak adalah tujuh tembakan. Dua pemain ada di daftar itu, yakni Savon dan Yancy. Membiarkan Savon mencoba tembakan gratis sebanyak itu bisa dibilang tepat, tapi untuk Yancy, itu adalah salah besar. Terbukti, Savon hanya memasukan tiga tembakan sementara Yancy lima tembakan. Di luar keduanya, Kaleb mendapat empat kesempatan dan hanya gagal satu.

Gim kedua akan digelar di GOR C-Tra Arena, Sabtu, 23 Maret 2019. Jika Satria Muda berhasil memperbaiki poin-poin di atas, atau setidaknya selalu unggul dalam hal-hal di atas, saya yakin laga akan berlanjut ke hari minggu.

Foto: Hariyanto.

 

Komentar