IBL

Dunia basket Indonesia sudah mengalami perkembangan yang cukup pesat. Dari zaman Kobatama, IBL, NBL Indonesia, hingga kembali ke IBL lagi, sudah banyak melahirkan pemain-pemain hebat dan melegenda. Diawali dari era Fictor G. Roring, kuartet Aspac Jakarta: A.F. Rinaldo ‘Inal’, Riko Hantono, Romy ‘Gepeng’ Chandra, dan Antonius Joko. Lalu muncul era I Made Sudiadnyana ‘Lolik’, Cokorda Raka ‘Wiwin’, Wahyu ‘Cacing’ Widayat Jati, hingga datang era Mario Wuysang, Andy Batam, Kelly Purwanto, Andrie Ekayana, Rony Gunawan, Youbel Sondakh, Faisal J. Achmad, Amin Prihantono, Agustinus Indrajaya, dan masih banyak lagi. Dari legenda-legenda di atas, yang masih aktif bermain hingga saat ini bisa dihitung dengan jari.

Kemudian seiring berjalan waktu, muncul pemain kelahiran 85-an seperti Christian Ronaldo Sitepu, Ponsianus ‘Komink’ Indrawan, Galank Gunawan, Sandy Febiansyakh, Febri Utomo, Arki Dikania Wisnu, Fandi Andika Ramadhani, Rizky Effendi, Okiwira Sanjaya, Diftha Pratama, Pringgo Regowo, Mario Gerungan dan pemain-pemain lain yang saat ini memasuki usia keemasannya. Pemain di era ini banyak yang masih aktif dan beberapa kali menjadi langganan untuk mengisi posisi tim nasional basket.

Namun di tengah berjalannya liga-liga profesional, berlangsung juga kompetisi pelajar yang mulai menggeliat sejak era 2000-an, dan beberapa pemain kelahiran 85-an di atas pernah bermain di kompetisi pelajar. Kompetisi basket pelajar terus mengalami perkembangan dan semakin diminati oleh pemain, penonton, dan sponsor-sponsor, sehingga mulai muncullah kompetisi basket pelajar yang rutin hingga terbentuk liga sampai sekarang, di antaranya kompetisi Popmie, DBL, Liga Basket Mahasiswa (LIBAMA), dan Liga Mahasiswa (LIMA).

Kompetisi pelajar yang rutin dapat memunculkan bibit-bibit baru calon pebasket negeri yang akhirnya berefek timbulnya nama-nama alumni basket liga pelajar pada liga profesional. Nama yang paling terkenal adalah Andakara Prastawa, pemain Aspac yang sudah meraih gelar liga basket profesional sebanyak dua kali, meraih medali perak SEA Games serta dua medali emas AUG. Selain karena lahir dari keluarga basket (ayahnya coach Rastafari yang berpengalaman di dunia basket nasional dan ibunya Julisa, mantan pebasket putri nasional), bakat yang luar biasa tentu tidak ada artinya bila tidak diasah pada pertandingan rutin di kompetisi.

Prastawa adalah salah satu pemain yang lahir dari kompetisi Popmie di mana dia berhasil menjuarai kompetisi tersebut bersama sekolahnya. Beberapa rekan satu tim Prastawa saat itu juga sudah terjun ke dunia profesional saat ini seperti Daniel Wenas dan William Darmasaputra yang pernah memperkuat Satria Muda Pertamina Jakarta sebelum banyak bergelut dengan cedera. Lawan mereka saat itupun sudah banyak yang terjun ke dunia profesional, seperti Kaleb Ramot Gemilang dan Januar Kuntara.

Kemudian, muncul liga basket pelajar yang paling fenomenal hingga saat ini, DBL. Sekarang, banyak alumninya sudah beredar di klub profesional. Awal mula era keemasan alumni DBL adalah ketika terbentuknya timnas U-18 pada 2012 yang dipersiapkan untuk mengikuti SEABA dan FIBA U-18. Saat ini, hampir seluruh alumni timnas U-18 beredar di klub professional. Di klub Satria Muda ada nama Kevin Sitorus, Avan Seputra, Juan Laurent, Hans Abraham, dan rookie Laurentius Steven Oei. CLS memunyai Katon Adjie Baskoro, Yerikho Tuasela, serta rookie Jan Misael Panagan. Aspac ada Kristian Liem, Pelita Jaya ada Ricky Kartika, dan Andre Adrianno yang memperkuat Satya Wacana. Namun, tidak semua pemain terjun langsung ke dunia profesional setelah lulus SMA. Hanya Kevin Sitorus dan Avan Seputra yang langsung dikontrak Satria Muda. Sementara pemain lainnya bertahap menaikkan level pertandingan dan pengalaman dengan terjun di Liga Mahasiswa.

Liga Mahasiswa adalah wadah yang paling baik untuk menambah jam terbang pemain sebelum terjun ke profesional. Karena kompetisi yang ketat, tensi pertandingan dan gengsi yang lebih tinggi, dan banyak pemantau bakat klub profesional yang mengamati langsung. Pemain rookie dari kebanyakan tim-tim profesional juga diisi alumni liga mahasiswa.

Dari empat musim liga mahasiswa berjalan, sudah tiga universitas berbeda yang pernah menjadi juara, dan kebetulan universitas langganan juara tersebut menyediakan jalur beasiswa prestasi basket untuk masuk kuliah. ITHB Bandung, UBAYA Surabaya, UPH Tangerang, UEU Jakarta, dan PERBANAS Jakarta adalah beberapa universitas yang menyediakan jalur prestasi dan sudah menyumbangkan banyak atlet-atletnya untuk berkiprah di tim-tim professional. Oleh karena liga basket pelajar yang terus berkembang dan banyak diikuti oleh pemain kelahiran 90-an, tidak mengherankan bila sekarang banyak pemain-pemain generasi tersebut banyak beredar di tim profesional.

Pada tahun 2016 ini, banyak tim yang mulai mengandalkan pemain kelahiran 90-an pada rosternya (entah starting 5 atau supersub). Pelita Jaya diperkuat oleh Respati Ragil, Adhi Pratama, dan juga pernah diisi Brandon Jawato (alumnus liga pelajar Amerika Serikat), kemudian Aspac Jakarta ada Prastawa dan Kristian Liem. Hardianus, Yo Sua, Vamiga Michel, Avan Seputra, Rizal Falconi dan Kevin Sitorus di Satria Muda, sedangkan Stadium Jakarta ada Jeremiah Ranti, Abraham Damar, dan Raymond Shariputra. Sementara CLS Knights punya Firman Dwi Nugroho, Katon, dan Yerikho Tuasela, lalu Garuda Bandung ada Daniel Wenas. Nama-nama yang masih bermain di liga mahasiswa seperti Rivaldo Tandra juga perlu diperhitungkan. Sebelumnya, tim Nasional SEA Games 2015 yang dilatih coach Fictor Roring (Ito) sudah berani memasukan dua nama pemain kelahiran 90-an yaitu Adhi Pratama dan Andakara Prastawa. Sementara di dua kejuaran ASEAN University Games terakhir, basket putra menyumbang emas dengan menggunakan banyak pemain generasi 90-an.

Memasuki musim baru liga, bukan tidak mungkin nama-nama di atas atau bahkan nama baru lain yang muncul menjadi pemain andalan timnya seiring banyaknya legenda basket nasional yang pensiun tahun ini. Sedangkan, untuk mengisi posisi di tim nasional SEA Games 2017 tampaknya masih sulit untuk pemain kelahiran 90-an lainnya dipanggil timnas mengingat target Perbasi yang cukup berat untuk meraih perak kembali.

Target yang berat memungkinkan timnas diisi oleh nama lama, dan pemain yang mungkin bisa masuk hanya Respati Ragil, Firman Dwi Nugroho, Vamiga Michel, atau Brandon Jawato. Tapi, apa salahnya jika pada ASIAN Games 2018 yang berlangsung di negeri sendiri, timnas lebih banyak diisi oleh pemain kelahiran 90-an dan hanya menyisakan 2-5 nama pemain senior.

Sebelumnya, pemaduan pemain senior dan junior sudah dilakukan timnas FIBA 3x3 World Championship 2016 di Guang Zhou yang hasilnya cukup memuaskan, mampu meraih dua kemenangan dan hampir lolos ke perempat final. Dengan menambah pengalaman bertanding level internasional kepada generasi 90-an, bukan tidak mungkin pada SEA Games 2019 dan 2021 basket Indonesia bisa meraih medali emas, bahkan mampu berbicara banyak di kompetisi FIBA Asia beberapa tahun mendatang.(*)

Foto: Hari Purwanto.

Komentar