IBL

“Aku kangen kamu.”

Saya ingin sekali mengucapkan itu kepada seseorang yang menjadi obsesi saya. Atau setidaknya pernah menjadi obsesi saya jika tidak ingin menyebutnya cinta. Tapi, saya kadung menjadi pengecut dan urung mengucapkannya terang-terangan. Maka saya sampaikan secara tersirat lewat gambar-gambar yang saya buat di Instagram.

Itu pula, mungkin, yang dilakukan oleh Hari Purwanto (@hariiphoto) dan Ben Chandra (@benchandra19) di Instagram mereka. Keduanya adalah fotografer meski kelihatannya nama terakhir yang saya sebut selalu menolak disebut fotografer. Saya tidak peduli. Dia tetap fotografer keren versi saya.

Lalu, apa yang telah mereka lakukan?

Entah siapa yang memulai, tapi keduanya mengunggah foto Dimaz Muharri di Instagram mereka. Keterangan foto itu menunjukkan kalau Hari sedang kangen kepada Dimaz. Sementara Ben berusaha mengobati kerinduan penggemar Dimaz dengan membagikan koleksi fotonya. Meski demikian, dalam kacamata saya, kelihatannya ada pesan lain dalam foto dan keterangan itu. Ada makna tersirat. Mungkin sebetulnya mereka ingin mengatakan: “Dimaz, kembalilah!”

Saya kira semua orang tahu kalau Dimaz memutuskan pensiun musim ini. Ia tidak pernah kelihatan lagi sejak gelaran Pra Musim IBL pada November 2015 lalu. Suratnya sudah pernah tayang di mainbasket.com. Sebuah surat untuk para penggemar. Rupanya ia memutuskan menjadi pelatih di DBL Academy saja. Sebuah keputusan yang mesti dihargai. Hidupnya adalah pilihannya meski dinilai terlalu dini. Apalagi CLS Knights Surabaya—bekas klubnya—digadang-gadang sebagai calon terkuat juara IBL 2016. Ia tidak akan mengambil bagian ketika hal itu benar-benar terjadi.

Setiap orang memang punya pilihan untuk melanjutkan karirnya atau tidak. Sebagian orang ragu untuk berhenti. Sebagian lagi mantap dengan pilihan hidup lainnya. Sisanya menjadi bagian yang pergi dan kembali. Ketiga bagian itu selalu menarik untuk dikisahkan. Tapi, khusus yang terakhir tadi adalah bagian paling menarik untuk diingat.

Pecinta basket seluruh dunia pasti mengenal Michael Jeffrey Jordan. Mengapa tidak? Jordan adalah pemain yang seolah tidak tertandingi. Ia diyakini sebagai Greatest of All Time (GOAT). Memiliki enam cincin juara NBA dan warisan lainnya yang penuh kejayaan. Kisahnya diceritakan dari satu generasi ke generasi lain. Selalu terdengar hebat.

Uniknya, Jordan menjadi bagian dari orang-orang yang datang dan kembali. Ia pensiun tiga kali. Pensiun pertamanya terjadi setelah kasus pembunuhan ayahnya pada 1993. Setelah itu ia sempat bermain baseball sampai akhirnya kembali ke NBA pada 1995. Pensiun keduanya terjadi pada 1999 dan kembali pada 2001. Karirnya baru benar-benar berakhir pada 2003.

Di Indonesia, ada nama Wahyu Widayat Jati yang sudah mengecap tiga kali perubahan liga basket. Ia mengawali karir ketika liga masih bernama Kobatama bersama Satria Muda Britama Jakarta. Ia pensiun pada 2009 silam ketika IBL terdahulu berada di ujung tanduk. Baru pada 2012 ia kembali bermain ketika liga berubah menjadi NBL Indonesia. Saat itu ia bermain bersama Dell Aspac Jakarta. Ia baru benar-benar pensiun pada 2014.

Nama lainnya yang tidak mungkin terlewat adalah Muhammad Isman Thoyib. Ia pernah terkenal sebagai pemain Aspac Jakarta. Kemudian ia memutuskan pensiun akhir 2014 karena ingin fokus ibadah haji dan kerja kantoran sebagai pegawai negeri. Tapi, ia malah kembali musim ini (IBL 2016) bersama CLS Knights Surabaya. Uniknya, ia kembali atas saran Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.

Itu artinya, selalu ada tempat untuk kembali. Selalu ada kesempatan pemain memilih bermain lagi. Kesempatan itu juga, saya kira, terbuka untuk Dimaz. Basket menyisakan tempat bagi mereka yang mecintainya. Apalagi masih banyak penggemar yang ingin melihatnya bermain. Tidak heran kalau Hari dan Ben menjadi bagian dari orang-orang yang berharap. Atau kalau tidak mau berdua saja, masukkan saya sebagai orang yang ikut berharap. Siapa lagi yang kangen Dimaz?

Komentar