IBL

Surabaya Fever, Sahabat Wisma Sehati Semarang, Tomang Sakti Merpati Bali dan Merah Putih Predators Jakarta adalah empat tim yang kini bertarung di WIBL 2016.

Jumlah ini berkurang dari musim sebelumnya karena Rajawali Bandung dan Sritex Dragons Solo memutuskan mundur dari liga. Tak banyak yang tahu tentang alasan Rajawali Bandung, tim yang tidak pernah menang sekalipun selama empat musim WNBL Indonesia. Sementara Sritex Dragons memang mengumumkan pembubaran timnya tahun lalu.

"Kami memutuskan tidak ikut kompetisi selama beberapa tahun ke depan. Surat pengunduran diri sudah kami serahkan ke PB Perbasi," ujar Manajer Sritex Dragons, Dyah Puspitasari, seperti dilansir solopos.com.

Mundurnya Sritex ini seakan mengulang sejarah basket di Kota Bengawan. Sekitar 2009 lalu, Kota Solo juga kehilangan tim basketnya yang tampil di kasta tertinggi, yakni tim putra Bhinneka Solo.

Bahkan hingga saat ini, tim Bhinneka masih dalam tidur panjangnya dan belum kunjung kembali tampil di kompetisi teratas bola basket nasional. Sepertinya hal itu juga akan dialami oleh Sritex Dragons.

Kini hanya empat tim yang berkompetisi di WIBL 2016, dan seri pertama sudah terselenggara di Semarang. Sementara ini, Surabaya Fever menjadi pemimpin klasemen karena tak terkalahkan di tiga pertandingan.

Di balik kemenangan sempurna Surabaya Fever di Semarang, sang pelatih nampaknya kecewa dengan liga basket wanita kasta tertinggi di Indonesia. Coach Wellyanto Pribadi mengungkapkan keprihatinannya atas liga ini.

"Ya saya prihatin sekali dengan liga ini, masak hanya diikuti empat tim saja," ungkapnya di Semarang. "Kok rasanya seperti turnamen agustusan saja, hanya empat tim yang bertanding."

Selain berpengaruh para kualitas permainan, lanjut coach Welly, liga yang hanya diikuti empat tim ini tentu akan berimbas pada kualitas pemain. Khususnya bila mereka akan diterjunkan ke turnamen-turnamen internasional. Berkaca sebelumnya, tim basket wanita Indonesia mendapatkan medali perak di SEA Games 2015 Singapura. Prestasi ini bisa saja menurun bila kualitas liga juga menurun.

"Saya kira itu bisa memengaruhi kualitas pemain kita," imbuhnya. "Saya harap Perbasi mau membuat turnamen-turnamen di luar ini (WIBL). Tidak masalah peserta sedikit, tapi jumlah turnamen yang banyak kan sama saja."

Pandangan berbeda dilontarkan mantan atlet basket wanita Indonesia, Nina Yunita. Kini dirinya menjadi kepala pelatih di Merah Putih Predators Jakarta. Nina mengakui bahwa basket wanita kurang menarik perhatian masyarakat, akibatnya sponsor juga enggan menghampiri.

"Jujur saja basket putri memang sulit menjual di Indonesia. Makanya tak ayal sponsor jarang mau membiayai," kata coach Nina di Semarang.

Coach Nina yang menggeluti olahraga basket sejak tahun 1995 tidak kaget bila basket wanita Indonesia seperti hidup segan mati tak mau. Kurangnya sorotan khususnya media, membuat basket wanita semakin terpuruk. Hal ini berbanding terbalik dengan basket pria yang mendapat sorotan dengan porsi lebih besar.

"Salah satu faktornya tentu media. Ini yang bisa mengangkat kembali basket wanita di Indonesia. Kami kurang disorot sehingga sponsor juga tidak tahu apa yang terjadi di basket wanita," ujarnya.

Kini dia berharap agar basket putri di Indonesia dapat menarik perhatian dan menjual. Salah satunya cara peningkatan dengan semakin banyaknya media yang mulai memberitakan. Sehingga ke depan banyak sponsor berdatangan untuk klub yang bisa digunakan untuk mengikuti liga. Namun yang harus dipikirkan adalah membuat basket wanita semakin menarik dari sisi laga dan pemain, sehingga media mau memberitakan.(*)

Foto dokumentasi WIBL.

Komentar