IBL

Naismith Memorial Basketball Hall of Fame setiap tahunnya mengumumkan orang-orang terpilih yang namanya berhak masuk ke deretan sejarah bola basket dunia. Pada 2018 ini, mereka mengumumkan 13 nama yang dilantik sebagai Hall of Famer pada 7 September. Basketball Hall of Fame (BHOF) angkatan 2018 ini, di antaranya: Steve Nash, Jason Kidd, Ray Allen, Grant Hill, Maurice Cheeks, Charlie Scott, Dino Radja, Tina Thompson, Katie Smith, Ora Mae Washington, Rick Welts, Rod Thorn, dan Lefty Driessel.

Nama-nama di atas terpilih setelah berkas mereka—berupa catatan informatif dari berbagai media seperti surat kabar, majalah, dan data-data faktual lainnya—dikurasi melalui proses panjang. Setelah itu, berkas-berkas valid memasuki tahap saring dan pemungutan suara yang melibatkan komite-komite tertentu. Oleh karena itu, perlu bagi para pihak yang terlibat mengetahui sejarah para calon penerima Hall of Fame sebelum memutuskan mereka menjadi finalis.

Dengan semangat yang sama, Mainbasket pada kesempatan ini mengulas kisah-kisah para  Hall of Famer. Mereka—ke-13 Hall of Famer angkatan 2018—memiliki kisahnya masing-masing.

 

***

 

Bostons Celtics selalu melahirkan bintang-bintang terang yang mewarnai NBA sebagai kompetisi bola basket terbesar sejagad. Mereka telah mengenalkan nama-nama legendaris seperti Bill Russell, Larry Bird, sampai Paul Pierce ke seantero dunia. Pada upacara penganugerahan gelar Hall of Fame 2018 saja, misalnya, mereka menyumbang tiga (bekas) pemainnya ke jajaran spesial tersebut. Salah satunya Dino Radja—seorang bintang Eropa yang sempat membela panji Celtics selama empat musim.

Bagi Radja, bermain untuk Celtics merupakan kebahagiaan sendiri. Itu pengalaman yang luar biasa sekaligus penuh drama pada mulanya. Ia bahkan menyebut Boston sebagai rumah keduanya meski hanya menghabiskan waktu sebentar di sana.  

“Ada satu kata: sekali Celtics tetap Celtic,” kata Radja, dikutip dari Boston Globe. “Saya merasakannya. Saya memiliki hubungan yang kuat dengan banyak orang di kota itu. Tiap kali saya pergi ke AS, saya selalu menyempatkan diri ke Boston, untuk sekadar makan siang. Kota itu bagai rumah kedua saya. Saya selalu senang ketika pesawat mendarat di sana.”

Nama Radja pertama kali muncul di NBA setelah Celtics memilihnya di urutan ke-40 (putaran kedua) NBA Draft 1989. Saat itu, ia sebenarnya hendak langsung berangkat ke Boston, terutama jika bayarannya bagus, tetapi tidak bisa karena klub lamanya di Yugoslavia, KK Jugoplastika, bersikukuh mengikat kontrak dengannya sampai 1992. Di situlah drama mulai terjadi. Kepala Pelatih Bozidar Maljkovic bahkan sampai meminta Asosiasi Bola Basket Yugoslavia (KSJ) supaya menerapkan aturan larangan pemain di bawah 26 tahun pindah ke NBA. Namun, Radja justru nekad berangkat ke Amerika Serikat pada 1989 karena statusnya tidak juga jelas di Yugoslavia, dan malah menandatangani kontrak setahun dengan Celtics senilai AS$500 ribu.

Kendati demikian, Jugoplastika tidak juga menyerah. Mereka membawa masalah ini ke pengadilan negeri di Amerika Serikat, terutama karena Jan Volk, manajer umum Celtics kala itu, menyebut kontrak Radja dengan Jugoplastika adalah amatir. Kontrak itu seharusnya tidak mengikat.

Setelah melewati persidangan, pengadilan memutuskan Radja harus kembali ke Yugoslavia dan tidak bisa bermain untuk Celtics musim itu. Namun, karena ia sudah terlanjur berada di Amerika Serikat dan meneken kontrak dengan Celtics, kedua klub yang berseteru itu pun melakukan perjanjian: Radja bermain untuk Jugoplastika di musim 1989-1990, lalu kembali ke Celtics per 1 Juni 1990 (minus dua tahun dari kontrak aslinya bersama Jugoplastika) dengan membayar sejumlah uang yang tidak disebutkan nominalnya.

Mau tidak mau, Radja pun kembali ke Yugoslavia. Ia bermain lagi bersama Jugoplastika dan membawa tim itu menjuarai Yugoslav League dan FIBA European Champions Cup (sekarang EuroLeague). Itu artinya, ia telah membawa Jugoplastika juara Yugoslav League selama tiga musim beruntun (1988-1990) plus FIBA European Champions Cup dua musim beruntun (1989-1990).

Setelah menunaikan tugasnya bersama Jugoplastika, alih-alih berangkat ke Amerika Serikat sesuai kesepakatannya bersama Celtics, Radja justru bertolak ke Italia untuk membela klub kaya raya Virtus Roma. Ia memutuskan pergi ke sana setelah Virtus Roma menawarkan kontrak AS$15-18 juta selama lima tahun. Celtics secara legawa membiarkan Radja ke Italia karena mereka juga ternyata menyalahi kesepakatan liga dengan pemain. Intinya, kontrak satu tahun yang telah terjalin tadi tidak bisa diperpanjang, dan Radja berhak memutuskan masa depannya. Ia pun mengungkapkan alasannya pergi ke Italia.

“Saya bermain bagus. Saya mendapat bayaran yang besar di Eropa. Di NBA banyak pemain tak dikenal. NBA lebih psikis karena pemainnya lebih besar dan kuat daripada Eropa. Saya juga harus beradaptasi dengan budaya yang berbeda,” ujar Radja dalam Boston Celtics: Where Have You Gone?, buku karya Mike Carey dan Michael D. McClellan.

Radja menghabiskan tiga tahunnya di Italia sebelum benar-benar pergi ke Celtics. Pada 1993, akhirnya ia memutuskan kembali ke Amerika Serikat untuk bergabung dengan klub asal Boston itu. Sejak itu, ia pun resmi menjadi milik mereka seutuhnya tanpa drama perseteruan kontrak dengan klub-klub Eropa. Radja bermain selama empat musim dengan mencetak rata-rata 16,7 poin, 8,4 rebound, 1,6 asis, dan 1,3 blok per pertandingan. Ia tampil sebanyak 224 kali selama karirnya di NBA dan kehilangan sedikitnya 57 pertandingan di musim terakhirnya karena cedera. Radja mengalami cedera lutut pada musim 1996-1997 yang mengharuskannya melakukan operasi. Kemalangannya belum berakhir karena di musim yang sama Celtics ternyata gagal ke playoff. Mereka kalah 15-67 di musim reguler.

Oleh karena musim yang buruk itu, manajemen Celtics terpaksa merombak jajaran pelatih. Mereka merekrut Rick Pitino untuk mendepak Michael Carr sebagai kepala pelatih. Sayangnya, kehadiran Pitino juga berarti menyingkirkan Radja. Kepala pelatih anyar Celtics itu tidak menginginkan Radja sehingga mereka menukarnya ke Philadelphia 76ers.    

Untung tak bisa diraih, malang tak bisa ditolak. Radja gagal melalui tes kesehatan di Sixers karena lututnya yang bermasalah itu. Mereka mengatakan, Sang Senter bisa bermain basket, tetapi tidak bisa bermain empat kali dalam enam hari karena lututnya akan bengkak jika ia melakukannya. Sixers tentu saja tidak menginginkan pemain dengan cedera seperti itu sehingga Radja dikembalikan ke Boston.

Radja sebenarnya masih menyisakan kontrak tiga tahun, tetapi Celtics juga tidak menginginkannya—tidak ada tim NBA yang menginginkan Radja meski klub asuhan Rick Pitino itu menawarkannya. Pada akhirnya, Celtics menyerah dan membayar sisa kontrak Radja agar bisa melepasnya. Dalam kondisi demikian, Sang Senter pun merasa dikhianati oleh pelatihnya sendiri.

Dengan kondisi sakit hati, Radja pergi ke Yunani untuk memulihkan karirnya yang meredup karena cedera. Di sana ia bergabung dengan Panathinaikos, sebuah klub kaya di Greek League yang mendapatkan pundi-pundi uangnya dari perusahan farmasi. Bagi pemilik klub, kegagalan Panathinaikos musim sebelumnya (1996-1997) sulit diterima seingga mereka ingin klub ini ada perubahan. Salah satunya dengan merekrut Radja yang tidak hanya berpengalaman di NBA, tetapi juga Eropa.

Radja kemudian menghabiskan dua musim di Yunani. Ia mendapatkan dua gelar juara liga, lalu kembali ke Kroasia (negara pecahan Yugoslavia) untuk bermain bersama Zadar selama semusim. Setelah itu, ia terbang lagi ke Yunani, tetapi bukan bermain untuk Panathinaikos melainkan Olympiacos. Radja memutuskan pensiun sehabis membela dua klub terakhirnya: Cibona dan Split CO (dulu KK Jugoplastika, klub pertama Radja di Korasia atau Yugoslavia).

Di samping memiliki karir panjang dengan berbagai tim dan liga berbeda, Radja juga punya pengaruh di tim nasional Yugoslavia. Ia berhasil membawa negaranya meraih medali perak di Olimpiade 1988 di Seoul, Korea Selatan. Itu belum dihitung dengan prestasinya bersama Yugoslavia di berbagai kejuaraan Eropa seperti FIBA Junior World Championship 1987, EuroBasket 1989 dan 1991. Kemudian, ketika Yugoslavia pecah kongsi, dan salah satunya menjadi Kroasia, Radja juga mengambil peran dalam tim nasional Kroasia ketika merengkuh medali perak di Olimpiade 1992 di Barcelona, Spanyol, juga kejuaraan lainnya di kancah Eropa. Maka, jika melihat lagi rekam jejaknya selama di Benua Biru, Dino Radja merupakan nama besar di sana. Ia bahkan masuk ke jajaran 50 pemain terbaik FIBA pada 1991 dan 50 pemain EuroLeague terbaik pada 2008.

Kini, dengan prestasinya di Eropa plus pengalamannya di NBA, Radja pun masuk ke jajaran Naismith Memorial Basketball Hall of Fame 2018 bersama nama-nama beken Celtics seperti Ray Allen dan Charlie Scott. Bagaimanapun, karirnya di Celtics juga menjadi bagian penting yang menjadi fondasi cerita hebatnya sebagai seorang Hall of Famer. Dari Yugoslavia dan Eropa sampai ke Amerika Serikat, namanya menjurus ke seluruh dunia sebagai salah satu yang terbaik. Namun, di mana pun kini ia berada, seperti ia katakan sendiri: sekali Celtic tetap Celtic.

Ia senang menjadi bagian dari kebesaran Celtics.

 

Baca juga kisah Hall of Fame 2018 lainnya:

Jason Kidd, Legenda NBA yang Hampir Berhenti Basket

Steve Nash, Dari Medioker ke Jajaran Hall of Famer

Grant Hill dan Karir Basket yang Tidak Sempurna

Maurice Cheeks, Pencuri Andal di antara Bintang NBA

Tina Thompson, Draft Pick Pertama dalam Sejarah WNBA

Ratu Tenis Jadi Juara Basket Perempuan 12 Kali

 

Foto: NBA.com, Celtics Blog, EuroLeague

Komentar