IBL

Pacific Caesar Surabaya harus menghadapi Stapac Jakarta di GOR Pacific Caesar, Surabaya, Jawa Timur, Kamis 12 Juli 2018. Kebetulan itu adalah pertandingan terakhir mereka di Pacific Caesar 50th Anniversary Pro Basketball Tournament untuk memperebutkan posisi ketiga.

Di pengujung kuarter empat, pertandingan semakin memanas. Pacific tertinggal 67-70, dan mereka hanya memiliki sedikit waktu untuk menyamakan skor.

Waktu semakin menipis. David Vincent Seagers gagal memasukkan lemparan bebasnya, tetapi ia berhasil mengambil bola pantul dan melantunnya ke sisi kiri. Sesaat kemudian, garda asing Pacific Caesar itu mengoper bolanya kepada Nuke Tri Saputra. Pemain bergelar IBL Most Improved Player of the Year 2018 itu lalu melantun ke kiri dan langsung melepas tembakan tripoin.

Masuk!

Pacific memaksa Stapac ke babak tambahan waktu. Sayangnya, Pacific tumbang juga di akhir. Namun, momen di pengujung kuarter empat tadi tetaplah membekas di kepala Nuke karena tembakan tripoin yang ia lepas itu merupakan tembakan hebat terakhirnya untuk Pacific. Setelah turnamen usai, ia harus pulang ke Yogyakarta untuk melanjutkan hidup.

Nuke Tri Saputra memutuskan pensiun.

Sebelum kepulangannya, Mainbasket menemui Nuke di ruang ganti. Kami membicarakan tentang apa yang membuatnya pensiun, juga rencana masa depan setelah basket.

Simak obrolan kami, berikut ini:

Sebenarnya saya sudah lama mendengar desas-desus Nuke akan pergi dari Surabaya. Apa yang membuat Nuke memutuskan itu?

Kebetulan habis turnamen ini kontrak saya sudah habis. Ini gim terakhir saya.

Saya melihat (dunia) basket tidak sesuai ekspektasi. Jadi, saya ingin kerja sama fokus kuliah, fokus usaha. Saya selama di sini punya usaha, tetapi tidak ada yang pegang. Terbengkalai usahanya. Saya jadi ingin fokus sama usaha-usaha ini.

Usaha kemarin sebenarnya lumayan. Cuma gara-gara tidak ada yang pegang, usahanya terbengkalai. Nah, mulai sekarang, sehabis kontrak, saya ingin fokus ke usaha sama kuliah.

Usaha apa dan di mana?

Kalau yang sekarang—kan yang dulu sudah tutup—belum memikirkan buka usaha apa lagi. Setelah selesai di sini, nanti TC (training camp) Asian Games beres, baru bisa memikirkan yang lain. Memang ada yang harus dipikirkan lagi sebelum buka usaha, yaitu pernikahan, hahaha.

Oh ya, sebenarnya apa, sih, yang tidak sesuai ekspektasi sehingga Nuke memutuskan pergi?

Mungkin karena saya berekspektasi terlalu tinggi kali, ya. Saya pikir gaji basket itu bisa buat menghidupi sehari-hari, tapi ternyata selama ini habis untuk diri sendiri. Satu bulan untuk sendiri pun sudah habis.

Kok bisa?

Masalah pengeluaran. Di mes ada makan, cuma saya, kan, tidak selalu makan di sini. Namanya juga anak muda pasti ingin makan di luar, nongkrong, segala macam. Gaji hanya pas untuk sebulan, jadi susah menabung.

Dari situ saya berpikir, mungkin lebih baik fokus usaha saja. Kemarin sudah usaha hasilnya lumayan, gara-gara tidak fokus jadi terbengkalai.

Saya berhenti bermain di tingkat profesional untuk itu.

Sama nikah?

Nikah sama kuliah juga.

Sudah berapa lama merencanakan ini?

Sebenarnya akhir tahun kemarin; bulan Desember. Saya mulai berpikir ingin serius. Kemarin 1-2 bulan pacaran selesai. Alhamdulilah sama yang sekarang sudah hampir setahun. Makanya saya ingin serius.

Saya putuskan di akhir tahun kemarin ingin menikah. Ceweknya juga mau, ya sudah kami serius menjalani (hubungan).

Selama ini, dia juga sudah membantu banyak. Kasih support semaksimal mungkin. Dia susah buat LDR (long distance relationship), tapi selalu support di mana pun kami berada.

Bentuk dukungannya seperti apa?

Misalnya, ketika latihan saya merasa lelah, dia selalu support. Soalnya di sini habis latihan ada kuliah dan segala macam. Dia support supaya saya tidak mengeluh. “Hey, jangan mengeluh. Jalani. Ini sudah pilihan, tinggal bagaimana ke depannya. Pokoknya kalau kamu sudah menjalankan sesuatu, jangan buat itu jadi sebuah penyesalan. Biar mengalir, jangan jadi mengeluh.”

Meski dia juga mengeluh, tapi kami selalu saling mendukung. Dia ada usaha juga, ada kerjaan. Ketika kerjaannya ada masalah, dia juga mengeluh; giliran saya yang kasih support. Yang penting kami tidak lupa bersyukur ketika usaha.

Duit dicarinya gampang, tapi gampang juga punya musuhnya. Ketika kita banyak duit, dapat musuhnya juga gampang. Kita usaha, nih, duit sudah masuk semua, ada orang sirik, musuh tidak jadinya?

Entah bagaimana, mungkin, kita bisa dijegal atau apa, tapi yang penting kita bersyukur sama Tuhan dan saling support. Makanya, itulah yang membuat saya yakin sama dia.

Memutuskan ini sejak Desember berarti IBL masih berjalan. Bagaimana Nuke bisa fokus pada masalah ini sambil bermain basket sampai akhir musim? Nuke ini seorang Most Improved Player of the Year, loh.

Saya, sih, berusaha untuk profesional. Jadi, kalau lagi main basket saya fokus basket; tidak memikirkan yang lain. Setelah basket baru memikirkan yang lain.

Selama ini, satu minggu sekali saya menyempatkan pulang. Di bulan Februari saya, kan, harus TC untuk timnas. Sejak itu saya di Jakarta terus. Tapi, saya tetap sempatkan pulang.

Bagaimanapun ini butuh pengorbanan. Saya tidak masalah dengan biaya atau ongkos, yang penting bisa ketemu, bisa dekat, karena kami juga mau menikah. Kami sudah berkomitmen.

Takutnya kalau tidak bertemu lama jadi tidak klop atau apa. Jadi, saya usahakan satu minggu sekali—kalau saya tidak ada acara atau bertanding—pulang. Memang butuh usaha, tetapi nanti pasti akan indah pada waktunya. 

Perjalanan Nuke di basket juga sudah jauh. Sekarang sudah dua musim di IBL. Apa yang selama ini Nuke dapatkan memperkuat Pacific Caesar dan tinggal di sini?

Tinggal di Pacific sama saja dengan saat SMA; mesnya juga di GOR.

Di mes itu kekeluargaannya pasti terasa. Para pemain tinggal bareng, main bareng, jadi punya keluarga baru di sini. Saya pemain baru sementara yang lain sudah lama, tetapi mereka tetap mendukung saya buat improve. Makanya ketika saya improve di tahun kedua itu berkat dukungan mereka.

Sebenarnya mereka bisa lebih dari saya, tetapi mungkin keberuntungan ada di saya. Itu saja.

Dilema tidak menghadapi kondisi ini? Ketika Nuke suka basket, tetapi ternyata tidak sesuai ekspektasi dan harus memilih jalan lain.

Tadi siang saya ketemu sama Bos (Bambang Susanto) untuk sekalian pamit. Saya bilang, “Berat sebenarnya, Suk, saya meninggalkan basket. Saya dari SMA mencari beasiswa dari basket. Waktu SMP saya sembunyi-sembunyi main basket karena dulu tidak diizinkan main basket sampai dapat beasiswa juga. Sejak itu saya memutuskan untuk terus basket; kuliah dapat beasiswa dari basket supaya tidak membebani orang lain.

Saya tiga tahun bermain di Atmajaya Yogyakarta; mendapatkan—alhamdulilah—peringkat tiga (LIMA) nasional. Bagi saya, itu membanggakan. Sudah bertahun-tahun Atmajaya tidak juara. Paling mentok di delapan besar.

Akhirnya setelah tiga tahun di sana, saya dilepas untuk bermain di profesional. Di Pacific ini saya senang banget. Orang-orangnya terbuka. Tidak ada senioritas. Meski dulu ketika saya masuk masih ada Bang Odonk (Dian Heryadi) dan Pak Doni (Donny Ristanto), mereka menganggap kami sama. Tidak ada bully atau apa.

Sekarang pemainnya anak muda semua, jadi tiap beres latihan pas istirahat siang kami nongkrong ke warung belakang; makan bareng dan lain-lain.

Seperti apa reaksi Pacific ketika Nuke memutuskan untuk pergi?

Suk Fuk (Bambang Susanto) tadi menasehati, “Sayanglah, kamu masih muda. Sebaiknya basket dulu, nanti umur 25-26 baru nikah. Kalau mau pindah tim tidak apa-apa. Nanti minta telepon Suk Fuk.”

Saya jawab, “Iya, Suk, memang ini sayang banget. Cuma saya sudah ambil komitmen. Takutnya nanti kalau nikah, LDR, namanya juga main basket, takutnya banyak godaan. Namanya juga Nuke.

Saya ingin lebih berkomitmen saya calon (istri) saya yang sekarang.

Kalau dari keluarga?

Saya, kan, sekarang tinggal sama orang tua angkat. Orang tua kandung saya sudah meninggal semua. Saya basket dari orang tua angkat.

Mereka support apapun keputusan yang saya ambil. Tapi, saya harus tanggung jawab dengan apa yang saya ambil. Jangan setengah-tengah.

Foto: Alexander Anggriawan dan dok. DBL Indonesia

Komentar