IBL

Peristiwa mengerikan itu terjadi sekilas, tapi menimbulkan bekas bagi Nickson Damara. Saat itu ia masih kecil, tengah bermain basket di lapangan belakang rumah. Seperti biasa, ada adik dan kakak sepupunya setia menemani berlatih di sana. Sang adik kemudian mencoba memanjat ring portabel di pinggir lapangan.

Braaaak! Tiba-tiba terdengar suara yang membuat Nickson menoleh. Jelas itu suara benda jatuh, dan ia mendapati adiknya tertimpa ring portabel. Sang adik tampak kesakitan, tangannya patah karena tertimpa benda yang lebih besar dari tubuhnya.

Sejak peristiwa nahas itu, Nickson selalu terbayang-bayang kejadiannya. Ia tentu sangat terpukul. “Aku enggak mau main basket lagi,’’ ujarnya ketika mengenang itu.

Rasa trauma akibat peristiwa itu menyebabkan Nickson memilih mundur dari basket. Padahal ia sudah memainkannya sejak duduk di bangku taman kanak-kanak. Nyalinya ciut ketika melihat lapangan basket dan memikirkan lantainya yang keras akan mencederainya.

Tahun berlalu, Nickson kecil tumbuh menjadi remaja. Di bangku SMP, Nick—sapaan akrabnya—mulai melihat teman-temannya masuk ekstrakurikuler sesuai minat. Baginya, satu-satunya ekstrakurikuler yang menarik hanyalah basket. Sayangnya, kenangan soal adiknya membuatnya harus menimbang-nimbang keputusan.

"Tapi, kalau enggak coba sekarang, aku bakalan terus-terusan trauma,’’ pikir Nickson.

Sosok Nickson Damara, pelajar-atlet asal SMA Kesuma

 

Akhirnya, Nickson memberanikan diri untuk mendaftar di tim basket sekolahnya. Nick—yang masih duduk di bangku kelas VII SMP—kemudian menjalani seleksi bersama calon anggota tim lainnya. Bertahun-tahun tak memegang bola basket, tangan dan kakinya terasa kaku. Hari itu, ia gagal karena kemampuannya tak cukup hebat untuk bergabung ke tim basket.

Kendati demikian, tekad remaja satu ini sudah bulat. “Tahun depan, aku harus jadi tim inti,’’ katanya.

Sejak saat itu, Nickson melewati hari-harinya dengan satu hal: latihan. Ia memperdalam kemampuan dasar hingga memperkuat fisiknya untuk bisa bergabung ke tim basket, meski kadang masih teringat peristiwa adiknya. Namun, kerja keras menghapus ingatan buruk itu.

Di tahun kedua, penantiannya berakhir. Tim basket membuka seleksi lagi. Kali ini, Nickson sudah lebih siap dalam berbagai hal. Ia melewati tes-tes dalam seleksi itu; dari kemampuan basket sampai fisik. Kemudian, tibalah saat yang mendebarkan: pengumuman anggota tim basket sekolah.

"Nickson Damara!’’ panggil Sang Pelatih, seperti diceritakan Nick, menandakan ia kali ini berhasil. Ia pun tersenyum karena kerja kerasnya terbayar.

Setelah bergabung dengan tim, ternyata perjalanannya tidak berjalan mulus. Masih banyak kemampuan yang belum ia kuasai. Tidak jarang rekan setimnya mengejek gaya bermainnya.

“'Apa sih dribble jelek banget gitu? Bisa bikin tim kalah kalau main,’” ujar Nick menirukan salah seorang teman. Ia pun hanya mengiyakan, berharap dapat memperbaiki kekurangannya. Tapi, bukan itu saja masalahnya. Pihak sekolah yang seharusnya menjadi pintu untuk mengembangkan kemampuannya malah membatasi kompetisi yang bisa diikuti tim basket. Alasannya karena bisa mengganggu kegiatan sekolah. Tak ayal, kemampuan Nick sulit berkembang selama di bangku SMP.

Jalan satu-satunya agar kemampuan Nick dapat berkembang adalah dengan bergabung di klub basket. Untuk itu, Nick memutuskan bergabung dengan salah satu klub di kotanya. Ia bisa menghabiskan waktu 3-4 kali seminggu untuk berlatih di klub itu.

Nickson Damara ketika berlatih bersama tim Honda DBL All-Star 2017 di Amerika Serikat pada Februari 2018 lalu. Foto: Dok. DBL Indonesia

 

Dua tahun berikutnya, laki-laki kelahiran 2000 ini menjadi siswa SMA Kesuma Mataram di Mataram, Nusa Tenggara Barat. Tidak perlu pikir panjang, Nick langsung mendaftarkan diri di ekstrakurikuler basket. Ia pun diterima di tim sekolahnya meski pengalaman bertanding yang minim menempatkannya di tim B, bukan tim utama. Maka, ia kembali melatih diri supaya bisa bergabung dengan tim utama, dan berhasil.

Tahun 2015, Nickson terpilih untuk bermain di DBL Loop 3x3. Ia berhasil memenangkan kejuaraan dan membawa nama Mataram untuk bermain di kancah nasional.

"(Kejuaraan setingkat) Indonesia sudah, saatnya Nickson bawa Merah Putih ke kancah internasional,’’ ujarnya, membatinkan hal itu dulu.

Impiannya jadi nyata. Nick yang dulu pernah trauma akhirnya dipanggil untuk FIBA 3x3 U-18 di Chengdu, Cina. Ia langsung mengambil keputusan itu untuk mengembangkan karirnya di dunia basket. Dalam perjalanannya, ia pun sempat ikut ke Amerika Serikat setelah menjadi bagian dari Honda DBL All-Star 2017. Di pergelaran Honda DBL West Nusa Tenggara Series pada 2017 Nick juga berhasil membuktikan kemampuannya dengan menyabet gelar pemain terbaik.

“Aku menerima kenangan masa kecilku yang memang cukup menyakitkan. Tapi, aku sadar kalau aku terus-terusan trauma, aku enggak bakal ke mana-mana. I should break my barrier. I know I should’ve done it earlier,” tutup Nick tegas.

Foto: Dok. DBL Indonesia

Komentar