IBL

Basket adalah olahraga rakyat. Ia tidak lahir dari ruang konferensi, tetapi dari lapangan terbuka, gang sempit, hingga halaman sekolah. Cukup satu bola dan dua ring, orang-orang dari berbagai latar belakang bisa berkumpul, bermain, berkeringat, dan tersenyum bersama.

Basket bukan hanya soal prestasi—ia juga rekreasi, terapi, dan ruang kebersamaan. Banyak komunitas hari ini menyelenggarakan turnamen atau fun game bukan untuk mengejar medali, tetapi untuk menjaga kesehatan, meredakan stres, dan mempererat solidaritas. Bahkan pada turnamen antar komunitas profesi seperti pengacara usia di atas 45 tahun, aturan permainan pun disesuaikan agar tetap nyaman dan aman dimainkan.

Sejarah Singkat Bola Basket

Basket ditemukan oleh Dr. James Naismith, seorang guru pendidikan jasmani asal Kanada di YMCA Training School di Springfield, Massachusetts, Amerika Serikat. Ia merancang permainan ini pada Desember 1891 sebagai aktivitas fisik dalam ruangan yang aman selama musim dingin. Aturan pertama basket ditulis oleh Naismith dan diterbitkan di koran sekolah The Triangle pada 15 Januari 1892. Pertandingan resmi pertama diadakan pada 20 Januari 1892, berakhir dengan skor 1-0. Melalui jaringan YMCA, basket menyebar dengan cepat ke seluruh Amerika Utara dan dunia, menjadi olahraga global dalam waktu kurang dari satu dekade.

Dasar Hukum Hak Berolahraga

Di Indonesia, berolahraga adalah hak setiap warga negara yang dijamin oleh:
- Pasal 28C ayat (1) UUD 1945: “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya…”
- Pasal 24 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM): “Setiap orang berhak atas istirahat dan waktu luang…”

Dengan demikian, kegiatan seperti turnamen komunitas, pertandingan persahabatan, atau liga internal antar profesi sepenuhnya sah dan dilindungi konstitusi—selama menjunjung sportivitas dan ketertiban.

Dunia Sudah Memberi Contoh

Basket komunitas telah menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya olahraga global:
- Di Amerika Serikat, BIG3, liga profesional 3 lawan 3, sukses besar meskipun diselenggarakan secara independen.
- Di Filipina, liga seperti Barangay Leagues digelar di hampir seluruh komunitas, memperkuat budaya olahraga tanpa birokrasi rumit.
- Di Malaysia dan Singapura, turnamen komunitas berkembang pesat di pusat-pusat olahraga publik, sekolah, hingga pusat perbelanjaan.

Semua ini membuktikan bahwa olahraga rakyat bisa berjalan berdampingan dengan olahraga prestasi dan saling menguatkan.

IRBA Hadir sebagai Rumah Basket Rekreasi

Dalam semangat inilah, IRBA (Indonesia Recreational Basketball Association) hadir sebagai asosiasi yang mewadahi kegiatan basket berbasis komunitas dan rekreasi. IRBA bukan lembaga prestasi, melainkan ruang inklusif bagi siapa saja yang ingin bermain basket dengan tujuan bersenang-senang, menjaga kesehatan, dan membangun relasi sosial.

IRBA juga sejalan dengan visi besar olahraga nasional sebagaimana disampaikan oleh Bapak Prabowo Subianto, yang menekankan bahwa olahraga harus kembali menjadi milik rakyat. Semangat ini menjadi landasan bahwa basket harus tetap dapat diakses oleh semua kalangan, tanpa diskriminasi dan tanpa batasan administratif yang tidak perlu.

Penutup

Basket adalah milik semua. Bukan hanya bagi yang mengejar juara, tapi juga bagi yang ingin tertawa di sore hari, melepaskan penat, dan pulang dengan semangat baru.

IRBA akan terus berdiri untuk rakyat. Untuk komunitas yang ingin bermain tanpa tekanan. Untuk masyarakat yang percaya bahwa bermain basket adalah hak, bukan hak istimewa.

Karena pada akhirnya, tak perlu izin untuk bahagia di lapangan. (*)

Penulis: Erick Herlangga, Pemerhati Olahraga Rekreasi

Foto: Elizabeth McGuire - austinparks.org

Komentar