IBL

*Tulisan ini mengandung spoiler dalam dosis ringan

Shohoku melawan Sannoh. Adakah pertandingan olahraga fiksional–di anime atau film apa pun–yang lebih dahsyat dari ini?

Dengan tajuk The First Slam Dunk, serial basket legendaris ini kembali menyapa penggemar setianya setelah lewat sebuah film panjang yang menjadikan pertandingan SMA Shohoku versus SMA Sannoh sebagai alur cerita utama.

Buat pembaca manga seperti saya, pertandingan ini adalah memori tak tergantikan, meskipun sudah lewat 20 tahun lebih. Beda hal dengan fans yang hanya mengikuti animasinya; fragmen pertandingan ini bisa jadi adalah potongan cerita yang asing namun sangat dinanti.

Saya beruntung bisa mengikuti fans screening The First Slam Dunk pada Sabtu kemarin di CGV Central Park, Jakarta. Bersama ratusan penonton lain, saya membawa ekspektasi besar, kecemasan, kerinduan, dan segala emosi yang tertahan puluhan tahun. Akankah penantian ini berujung kebahagiaan? Atau malah memberi rasa kikuk dan kecewa?

Jawabannya: The First Slam Dunk mungkin adalah film basket–atau malah olahraga–terbaik sepanjang masa.

Ini ulasannya.

Visualisasi Pertandingan Basket Sungguhan

Inoue Takehiko, mangaka Slam Dunk, berperan sebagai sutradara di film ini. Semua alur cerita, pilihan-pilihan artistik ada pada kendalinya. Kalau flashback sedikit, pada penayangan anime Slam Dunk puluhan tahun silam, gaya animasi yang digunakan adalah Animasi 2 Dimensi (2D Animation). Kita punya memori baik dengan gaya animasi ini, yang memang mewakili teknologi visual masa itu.

Kali ini Inoue memilih jalan yang berbeda. Penggabungan teknologi Grafis Komputer 3 Dimensi (3DCG) dengan motion capture didapuk jadi gaya animasi utama. Hasilnya? Suguhan visual yang mendekati nyata. Dari trailer pun saya sudah dibuat kagum dengan keluwesan gerak karakter yang sama seperti gerak tubuh pebasket sungguhan. Konsistensi ini tampak nyata sepanjang film.

Alhasil, film ini benar-benar terasa seperti pertandingan sungguhan. Kecemasan bahwa pemilihan gaya animasi ini akan merusak pengalaman menonton, sama sekali terbantahkan. Bahkan, dibandingkan grafis NBA 2K, saya merasa gaya animasi Slam Dunk jauh lebih luwes dan realistis.

Tampilan karakter juga dibuat proporsional, dilengkapi detail lipatan pada seragam. Pose-pose yang dulu terasa over the top di manga, kini diselaraskan lagi. Ini tak lepas dari peran serta para pebasket yang jadi tim konsultan untuk membuat situasi pertandingan serealistis mungkin.

Di luar itu, adegan-adegan di luar pertandingan tetap dianimasikan secara 2D, dan beberapa dileburkan dengan 3D. Paduan visual ini akan sangat memanjakan mata.

Porsi Humor yang Tak Hilang

Kalau salah satu kecemasan Anda adalah porsi humor yang akan direduksi.. Tenang, itu tak terjadi. Inoue sepertinya tahu kalau aspek komedi pada Slam Dunk merupakan corak penting yang tak boleh hilang.

Dalam manga, pertandingan ini tak cuma memberi intensitas tinggi, tapi juga merekam fragmen komedi yang luar biasa banyak. Itu semua tak hilang, bahkan terasa jauh lebih lucu ketika dipresentasikan dalam format 3D. Bintang komedi utamanya tentu saja Hanamichi Sakuragi.

Cerita Lama, Penceritaan Baru

Kita–pembaca manga–tahu bagaimana pertandingan ini bermula, berjalan, hingga berakhir. Tapi, buang jauh-jauh semua itu, karena The First Slam Dunk akan menghadirkan pengalaman yang sama sekali berbeda.

Tanpa memberi banyak spoiler: Kita akan menonton pertandingan ini dari perspektif lain, dari sudut pandang seorang pemain penting Shohoku yang sebelumnya tak diberi porsi banyak–silakan cari tahu sendiri.

Perspektif baru ini sejalan dengan yang diimpikan Inoue ketika menggagas The First Slam Dunk. Ia ingin membuat semua penonton, baik fans lama atau penonton baru, merasakan pengalaman yang benar-benar baru.

Dan saya jamin, impiannya itu benar-benar berhasil. Cerita dalam film ini terasa jauh lebih emosional dan dramatis. Kalau boleh melebih-lebihkan, ceritanya menjadi 3 kali lebih kuat dari yang pernah saya baca di manga.

Pernah dengar manga Vagabond dan Real? Dua manga ini dilahirkan Inoue setamat Slam Dunk. Keduanya bercerita secara dewasa, kelam, penuh perjuangan melawan trauma, dramatis, dan mendalam. Kompleksitas elemen ini yang diinjeksi oleh Inoue ke dalam The First Slam Dunk.

Mungkin dari adegan pembuka Anda sudah harus menyiapkan beberapa lembar tissue atau saputangan.

Soundtrack yang Brilian

Suka tidak suka, lagu pembuka dan penutup lawas macam Kimi Ga Suki Da To Sakebitai atau Anata Dake Mitsumeteru terlalu legendaris untuk dilupakan para fans. Saya tidak mau membocorkan apakah kedua lagu ini akan muncul atau tidak, tapi percayalah, dua lagu terbaru yang didapuk jadi soundtrack utama The First Slam Dunk adalah sebagus-bagusnya lagu.

Lagu Love Rockets oleh The Birthday dengan nuansa grunge dan rebellious terasa cocok mewakili mentalitas underdog dari Shohoku. Anda akan suka ketika lagu ini muncul di film.

Lalu Dai Zero Kan dari 10-Feet membawa nuansa hardrock Jepang kontemporer, yang sebenarnya sudah jadi lagu pengantar pada teaser dan trailer film ini. Rasanya bermain basket ditemani lagu ini akan membuat adrenalin tanding meningkat pesat. Intinya, lagu ini brilian.

Secara musikal keduanya berbeda dengan soundtrack lama, tapi memberikan gairah yang sama kuatnya.

Wajib Ditonton Pebasket Generasi Muda

Sekali lagi, saya tak ingin memberi spoiler, tapi selain memberi keharuan buat fans lama, ada pesan penting yang semestinya bisa menyentuh para pebasket muda di negeri ini: tekad menjadi yang terbaik akan mengalahkan rintangan bernama tinggi badan.

Mungkin saja The First Slam Dunk akan melahirkan banyak Yuki Togashi berikutnya di Jepang, dan juga Indonesia.

The First Slam Dunk akan tayang di jaringan bioskop sekitar Anda mulai tanggal 22 Februari 2023.

Selamat menonton.

Komentar