IBL

Indonesian Basketball League (IBL) memberikan kabar yang cukup mengejutkan untuk kami di Mainbasket. Tanpa angin tanpa hujan, tanpa pembukaan apapun, tiba-tiba IBL mengunggah kabar dimulainya rangkaian acara IBL Rookie Combine 2022. "IBL Rookie Combine 2022 telah dimulai hari ini, Senin 26 September dan akan berakhir Kamis 29 September di Aim High Stadium Tangerang." Tulisan di situs resmi IBL. Kabar ini mereka sampaikan di Senin (26/9) pagi, melalui unggahan instagram, IBL menunjukkan bahwa pemain-pemain yang turut serta dalam IBL Rookie Combine sudah datang di penginapan. Menyusul kemudian unggahan berupa rilis di laman situs resmi IBL. 

Kami kemudian mundur jauh ke unggahan instagram IBL pada bulan Juli 2022, lebih tepatnya pada tanggal 25 untuk menemukan pengumuman mengenai gelaran IBL Rookie Combine ini. Memang patut diacungi jempol bagaimana IBL berhasil menyelenggarakan rangkaian acaranya tepat waktu sesuai jadwal yang pertama mereka rilis. Akan tetapi, jelas ada perlakuan berbeda dari gelaran tahun ini dengan gelaran sebelum-sebelumnya, apalagi gelaran tahun lalu. 

Seperti yang sudah kami tulis di atas, hanya ada satu unggahan sejak Juli yang mengabarkan tentang IBL Rookie Combine ini. Di era media sosial ini, IBL seolah tak berupaya membangun kehebohan (hype) atau perbincangan publik, meningkatkan rasa penasaran mengenai bagaimana proses IBL Rookie Combine musim ini. Perlakuan yang jelas jauh berbeda dengan musim lalu. 

Pemberitaan mengenai IBL Rookie Combine pada tahun sebelumnya tampak konsisten dikeluarkan oleh IBL sejak jauh hari. Satu bulan sebelum dimulai, IBL bahkan sudah mengajak publik mengintip nama-nama pemain yang ikut IBL Rookie Combine. Pemain-pemain yang turut serta di PON Papua dan masuk daftar Rookie Combine bahkan mendapat perhatian khusus. IBL sudah merilis nama peserta dua pekan sebelum IBL Rookie Combine dimulai. Sangat jauh berbeda dari gelaran kali ini. 

Tak berhenti di situ, ragam tanya dari publik mengenai konsep "Pemain Rekomendasi" pun tak membuat mereka bergeming.

Melalui rilis resminya kemarin (26/9), Direktur IBL Junas Miradiarsyah memastikan setiap tim hanya boleh mendaftarkan satu pemain rekomendasi. Musim lalu, tiga tim, Pacific Caesar Surabaya, West Bandits Combiphar Solo, dan Pelita Jaya Bakrie Jakarta mengambil masing-masing tiga pemain rekomendasi. Total ada 22 pemain rekomendasi musim lalu dari total sembilan tim. Kehadiran pemain rekomendasi ini tampaknya masih didasari pada kebutuhan regenerasi. 

Menariknya, dari rilis yang sama, tahun ini hanya ada 12 pemain yang berstatus rekomendasi. Jika kita mengabaikan asal tim mereka dan seolah setiap tim memenuhi jatah pemain rekomendasi mereka, maka ada tiga tim yang tak punya niat "regenerasi." Ya, total tim resmi IBL adalah 15 tim. Jumlah ini lantas digenapi oleh Indonesia Patriots sebagai tim ke-16. Meski di rilis resmi belum disebutkan, pada praktiknya, jelas 12 nama ini tidak tersebar dalam 12 tim. 

Pertanyaan selanjutnya adalah, ke mana tim-tim tanpa pemain rekomendasi ini mencari "pemain regenerasi" mereka?

Kembali ke judul tulisan ini, maka satu-satunya jalan untuk mendapatkan pemain muda lainnya adalah melalui IBL Draft. Selain 12 pemain rekomendasi tersebut, IBL punya 20 nama pemain lain yang turut serta dalam rangkaian ini. IBL pun menyertakan nama dan asal kota 20 pemain ini di rilis yang sama.

Menariknya, 9 dari 20 nama peserta IBL Rookie Combine ini ternyata adalah pemain yang juga lolos seleksi Indonesia Patriots di kota-kota seleksi dan dipanggil berlatih ke Jakarta pada 23-24 September lalu. Ada juga satu pemain (bukan rekomendasi) yang masuk daftar IBL Rookie Combine untuk dua musim beruntun.

Hal menarik lainnya, IBL belum memberikan rilis bagaimana skema draft mereka. Musim lalu, terlepas dari pemain rekomendasi, setiap tim diwajibkan mengambil satu pemain dari draft di ronde pertama. Di ronde kedua tim-tim tak diwajibkan mengambil pemain. Hasil musim lalu, ada 19 pemain yang terpilih di malam draft (15 pemain dari ronde pertama). Dari jumlah tersebut, tak seluruhnya tampil di musim kompetisi dengan tim yang memilih mereka. Ada dua pemain yang bergabung ke Patriots dan satu nama yang sama sekali tak pernah merapat ke tim yang memilihnya. 

Jika aturan yang sama kembali diterapkan, maka situasi pun semakin kocak. Andai setiap tim memilih satu pemain di ronde pertama draft, maka 75 persen pemain dalam daftar otomatis terpilih. Sisanya, lima pemain saja akan menggantungkan nasib mereka di putaran kedua. Situasi seperti ini membuat IBL akan semakin rumit ke depannya. Selain perkara pemain rekomendasi, perpotongan antara "pemain draft sungguhan" dengan pemain seleksi Patriots pun semakin abu-abu.

Seolah keduanya adalah hal yang sama. Ikut seleksi Patriots dan terpilih sama dengan ikut IBL Draft. Hal ini semakin menimbulkan kesan bahwa untuk masuk ke jenjang basket tertinggi, jenjang profesional, bukanlah hal yang sulit. 

Berkaca ke NBA dan liga-liga yang lebih matang lainnya, draft adalah sebuah terobosan dengan niat mulia. Harapannya, tim-tim yang buruk di musim ini akan mendapatkan talenta terbaik di musim depan dan semakin membaik secara prestasi. Tiga pilar utama kejayaan dinasti Golden State Warriors datang dari proses draft. Bahkan, empat dari lima pemain utama Warriors saat juara musim lalu pun datang dari proses yang sama.

Warriors pun berubah dari tim yang kering juara sejak tahun 70-an menjadi kekuatan baru di NBA. NBA pun semakin seru dan otomatis penonton semakin ramai dan laba pun semakin besar. Warriors secara instan berubah menjadi salah satu tim dengan valuasi tertinggi di NBA bahkan dunia. 

Sayangnya, sejak 2018, pertama kali IBL menggelar proses draft, niat mulia itu semakin jauh dari kenyataan. Hanya ada lima pemain dari IBL Draft kelas pertama tersebut yang masih terdaftar di skuad IBL 2022. Semusim selanjutnya (tahun 2019 atau menjelang musim 2020), istilah pemain rekomendasi muncul.

Di luar para pemain dengan status pemain rekomendasi, hanya ada 10 pemain yang terpilih di malam draft. Dari jumlah tersebut hanya bertahan enam di musim lalu. Sementara pada IBL Draft 2020 yang digelar di tengah pandemi, ada 16 nama yang terpilih di draft dan 3 di antaranya kini sudah tak ada di tim manapun alias hanya terdaftar semusim saja. 

Kualitas jelas jadi masalah utama mengapa pemain hasil draft masih sulit bersaing di IBL. Akar permasalahannya sangat mungkin karena standar yang ditetapkan IBL tak pernah tinggi, bahkan setinggi standar permainan IBL sendiri. Selama si pemain mengikuti semua rangkaian acara IBL Rookie Combine, peluang mereka terpilih setidaknya ada di kisaran 60 persen. Tentunya jika IBL tak mengubah kewajiban tim untuk memilih pemain di ronde pertama draft. Akan tetapi, cerita akan semakin lucu jika kewajiban itu ditiadakan dan pemain rekomendasi masiih ada. Peran IBl Draft pun semakin tidak ada. 

Dari sini, jika evaluasi digelar, selayaknya program IBL Draft ini ditiadakan saja. Tampak jelas buang-buang tenaga jika skema yang masin sama diberlakukan. Sebaiknya, biarkan saja tim melakukan "pembinaan" yang selama ini mereka lakukan. Toh, rasanya seluruh pemain terbaik di IBL juga datang dari sistem ini. Empat kali digelar, IBl Draft belum menunjukkan gregetnya. Lebih menyedihkan lagi, niat awal untuk menghubungkan antara IBL dengan LIMA (Liga Mahasiswa) juga semakin tak terlihat. 

Untuk kami, tak ada cara lain untuk saat ini yang bisa membuat tim-tim IBL semakin kompetitif selain salary cap dan menyamakan kekuatan finansial. Tak sekadar salary cap, melainkan salary cap dengan standar nilai yang tinggi. Seluruh fasilitas tim disamakan, dibuat standar. Dengan begitu, mau pemain bermain di tim manapun, di kota manapun, relatif tak ada bedanya. Alangkah baiknya, biaya untuk menggelar Rookie Combine yang secara kasat mata terlihat cukup besar ini dialihkan ke sisi-sisi lain yang jelas bisa meningkatkan kualitas liga IBL. (*)

Foto: IBL

Komentar