IBL

Enes Kanter sibuk berkeliling Amerika Serikat demi menggelar kamp bola basket gratis untuk anak-anak. Senter anyar Boston Celtics itu bahkan hendak mengunjungi Long Island, New York, Amerika Serikat pada akhir pekan ini. Namun, kamp itu ternyata terpaksa dibatalkan.

Kanter membatalkan kamp karena represi Konsulat Turki di New York. Ia mengatakan bahwa Konsulat mengancam Islamic Center of Long Island—tempat kamp seharusnya digelar. Kanter pun kecewa dan mengecam perbuatan mereka.

“Itulah mengapa saya kecewa,” kata Kanter dalam pernyataan resminya via Twitter. “Islamic Center of Long Island memutuskan untuk membatalkan kamp setelah Konsulat Turki mengancam masjid, mengirim orang jahat dan mendorong orang-orang Turki menelepon masjid sambil meninggalkan pesan bernada ancaman.”

Kanter juga mengaku sangat kecewa ketika pihak masjid justru memilih membatalkan kamp daripada memanggil polisi. Padahal ia hendak menyebarkan kebaikan kepada anak-anak di sekitar sana melalui bola basket. Sang senter bahkan menggelar kamp untuk semua anak dari berbagai kalangan. Entah itu seorang Muslim, Yahudi, Kristen bahkan yang tidak beragama.

Pemain asal Turki itu sebenarnya berusaha untuk memberi sesuatu yang positif kepada sekitarnya selama masa bebas. Sayangnya, latar belakang Kanter yang tengah bermasalah dengan rezim pemerintah Turki membuatnya semakin sulit bergerak. Ia juga sempat kesulitan ketika New York Knicks, tim lamanya, akan bermain di London pada 2018-2019. Kanter sampai terpaksa tidak ikut terbang ke sana karena klub takut pemainnya terancam dibunuh.

Kanter sendiri menyebut akun Twitter Konsulat Turki dalam pernyataan resminya tadi. Namun, Konsulat sampai berita ini tayang belum juga merespon balik pernyataan itu. Meski begitu, Kanter akan melanjutkan kegiatannya.

“Saya akan tetap fokus menciptakan dunia dan lingkungan yang lebih baik untuk anak-anak muda, ketika para penjahat itu mencoba menebar tentakelnya ke dalam masyarakat Amerika Serikat,” kata Kanter dalam pernyataan yang sama.

Kanter berharap masyarakat di Amerika Serikat sadar bahwa mereka punya kebebasan. Mereka bisa menentukan nasib sendiri. Mereka tidak perlu tunduk pada kediktatoran. (put)

Foto: NBA

Komentar