IBL

Terjadi kehebohan di hari pertama IBL 2020 Seri 5 Kediri, Jumat 28 Februari 2020. Tiba-tiba saja gim Pacific Caesar Surabaya melawan Pelita Jaya Bakrie berlangsung tanpa pemain asing. Padahal, para pemain asing kedua klub hadir, dan bahkan duduk di bangku cadangan. Ternyata mereka  tersandung kasus Letter Of Clearence (LOC). Sebuah dokumen yang menjadi surat izin bagi pemain internasional tampil di liga atau kompetisi negara lain.

Apa itu Letter Of Clearence (LOC)?

LOC adalah surat izin yang diberikan oleh federasi nasional (negara) terakhir pemain tersebut bermain. Dengan kata lain, surat tersebut merupakan dokumen lintas federasi, sesama anggota FIBA.

Tujuan adanya LOC adalah mengetahui perputaran pemain internasional. Karena para pemain tersebut menjadi anggota dari sebuah organisasi besar bernama FIBA.

Manfaat LOC juga bisa memastikan pemain internasional yang tampil di liga atau turnamen di negara tersebut, bersih dari hak dan kewajiban di negara (federasi) sebelumnya. Seperti contohnya tunggakan gaji, atau bahwa kewajiban pemain terkait durasi kontrak dan sebagainya.

Perubahan Bentuk LOC

Seiring perkembangan teknologi, maka bentuk LOC ini berubah, dari sebuah surat menjadi sebuah sistem aplikasi yang masuk dalam FIBA MAP (https://map.fiba.com/). Menurut Rufiana selaku Manajer Kompetisi IBL, perubahan tersebut terjadi pada Agustus 2019 lalu.

"Kalau dulu, LOC itu diurus secara manual. Misalnya seperti ini, bila ada pemain internasional (asing) masuk ke negara kita, maka kita harus meminta LOC ke federasi (negara) sebelumnya dia tampil. Setelah surat itu keluar, maka pemain bersangkutan bisa tampil di negara kita. Jadi yang dimaksud manual adalah surat permintaan dibalas dengan surat pemberitahuan dari federasi sebelumnya. Meskipun itu bentuknya surat elektronik (email)," ujarnya.

Mulai tahun 2019 lalu, pihak FIBA sudah mengeluarkan format baru. Setiap federasi (negara) harus mengisi administrasi yang bentuknya formulir LOC saat ada pemain asing masuk ke negaranya. Setelah itu, federasi asal akan memberikan jawaban, apakah diterima (accept) atau ditolak. Bila sudah diterima, maka dinyatakan bersih (clear), dan pemain tersebut bisa tampil.

"Sekarang sistemnya baru dan komputerisasi. Namun memang setiap federasi punya kebiasaan yang berbeda-beda. Ada federasi yang rajin mengisi administrasi, ada yang kurang. Sehingga itu bisa berpengaruh pada data yang masuk ke FIBA," sambung Rufiana.

Bagaimana Cara Mendapatkan LOC?

Rufiana menjelaskan, dulu LOC diurus oleh pemain, melalui federasi setempat. Tentu ada biaya administrasinya. Sementara itu, kini setelah ada digitalisasi, tetap saja ada biaya yang dikeluarkan untuk bisa mendapatkan LOC tersebut.

Menurut Rufiana, untuk satu pemain, biayanya sekitar 250 Swiss Franc (CHF) atau setara kurang lebih Rp3,7 juta. Mata uang tersebut dipilih karena FIBA kini bermarkas di Jenewa, Swiss.

Sanksi FIBA Terkait LOC

Dengan adanya LOC, FIBA bisa dengan mudah memantau pergerakan pemain internasional. FIBA juga bisa mengetahui kejuaraan-kejuaraan yang berlangsung di negara-negara anggotanya. Ternyata terkait LOC ini, FIBA juga menyiapkan sanksi.

Ketua PP Perbasi, Danny Kosasih, mendaku pernah memberikan surat edaran kepada organisasi Perbasi daerah. Mereka diminta untuk melaporkan setiap kejuaraan yang memakai jasa pemain asing.

"Saya minta kepada daerah-daerah, kalau ada kejuaraan yang memainkan pemain asing, entah itu satu atau dalam jumlah banyak, harus memberikan laporan pada PP Perbasi," ucapnya. "Kalau dilaporkan, kami bisa membantu mengurus dokumennya."

Danny berpendapat bahwa salah satu sanksi yang paling berat adalah pembekuan organisasi (suspended) selama lima tahun. Sanksi tersebut diberikan ke federasi yang memainkan pemain internasional tanpa LOC.

Kehebohan Mengenai LOC di Tengah Musim IBL 2020

Junas Miradiarsyah sebagai Direktur IBL membeberkan kronologis dan menjelaskan tentang kehebohan di pertengahan musim reguler IBL 2020 yang disebabkan oleh LOC pemain asing.

Sebagai liga profesional, sejak memakai jasa pemain asing pada musim 2016-2017 lalu, IBL selalu memperhatikan kelengkapan dokumen. Bahkan soal LOC ini selalu ditanyakan pada pemain asing yang akan tampil di IBL. Selama ini juga tidak pernah ada masalah mengenai hal tersebut.

Tetapi sejak FIBA menerapkan sistem baru, maka muncul berbagai permasalahan. Termasuk ada pemain-pemain yang masih tercatat di federasi lama, bahkan sudah beberapa musim meninggalkan negara tersebut.

"Contoh kasusnya ada pada Dior Lowhorn dan Kevin Bridgewaters. Meski kedua pemain terakhir tampil di Indonesia (Satria Muda Pertamina Jakarta), namun dalam FIBA MAP, tertulis bahwa Lowhorn terakhir bermain di Filipina, dan Kevin bermain di Tunisia. Jadi sebenarnya LOC ini merupakan dokumen lintas negara," kata Junas. "Lowhorn dan Bridgewaters memang pernah bermain di Indonesia sebelumnya. Tetapi dokumen yang diminta adalah dari Filipina dan Tunisia. Sistem di FIBA MAP mengatakan demikian. Bukan dari kami sendiri yang menentukan."

Dulu IBL memang hanya menunggu dari pemain mengenai dokumen ini. Tetapi sekarang sudah tidak bisa lagi menunggu. Junas mengatakan sejak bulan Desember 2019 lalu, semua pemain IBL sudah didaftarkan ke FIBA MAP untuk dimintakan LOC dari masing-masing federasi tempat pemain tersebut tampil sebelumnya. Artinya IBL mengurus LOC pemain asing di musim 2020 secara serentak. Tetapi proses tersebut memang memakan waktu. Karena bergantung pada federasi lainnya juga. Sehingga LOC yang didapatkan pemain-pemain asing di IBL berbeda-beda waktunya. Sampai pada akhirnya, FIBA meminta IBL untuk mendaftarkan ulang pemain-pemain asing yang tampil musim ini pada 24 Februari 2020.

"Waktunya memang mepet sekali, saat FIBA meminta kami mendaftar ulang semua pemain. Setelah itu, kami memang mengurus LOC mereka. Tetapi proses itu masih berjalan hingga hari ini," kata Junas.

Sampai akhirnya, kasus ini mencuat pada Jumat, 28 Februari 2020. Ada 10 pemain yang belum mendapatkan LOC. Lalu pada pertandingan Pacific Caesar Surabaya melawan Pelita Jaya Bakrie, ada empat dari enam pemain asing belum mengantungi LOC. Sehingga pertandingan ini diputuskan tanpa pemain asing.

"Sejauh ini, sebagian besar pemain sudah mendapatkan LOC. Sampai malam ini (28 Februari 2020), tinggal empat pemain yang masih menunggu LOC. Mereka adalah Kevin Bridgewaters dan Michael Adam Murray (Pelita Jaya Bakrie), Louis Jacobo (Pacific Caesar Surabaya), dan Shawntez Petterson (Satria Muda Pertamina Jakarta)," kata Rufiana, sebagai Manajer Kompetisi IBL.

Cepat atau lambatnya pemain bisa mendapatkan LOC bergantung pada federasi (negara) terakhir pemain tersebut berkompetisi. Untuk empat pemain tersebut, IBL sudah berupaya untuk jemput bola. Artinya menghubungi federasi terakhir tempatnya bermain. Agar proses ini segera selesai, dan liga bisa berjalan sesuai rencana. (tor)

Foto: Mei Linda

Komentar