IBL

Faried Andy Brata, ruki (rookie) Bima Perkasa Yogyakarta, mengalami kesulitan ketika melakukan transisi dari seorang mahasiswa ke dunia profesional. Ia memandang dunia barunya itu membuatnya terus bekerja keras setiap hari. Ia harus latihan bersama tim sekaligus mengambil waktu latihan sendiri untuk mengimbangi senior-seniornya. Belum lagi mengurus skripsi sebagai syarat kelulusannya. Ia tidak ingin meninggalkan kuliah meski kini ia pindah ke Yogyakarta untuk tinggal lebih dekat dengan timnya.

Mainbasket berbincang-bincang dengan Faried tentang karir profesional pertamanya. Ia bercerita banyak soal dukungan-dukungan yang terus mengalir padanya di saat sulit. Ia pun merasa beruntung bisa berlabuh di Bima Perkasa karena para pemain senior juga jajaran pelatih membantunya untuk beradaptasi.

Simak wawancara Mainbasket bersama Faried:

Coba, boleh perkenalkan dulu siapa Faried Andy Brata kepada pembaca Mainbasket?

Saya Faried. Saya kuliah di Malang, tapi asal saya dari Lawang. Jadi, kalau latihan itu saya biasanya dari Lawang ke Malang. Kuliah pun PP (pulang-pergi) dari Lawang ke Malang. Kalau ada latihan juga begitu. Latihan itu mulai jam setengah 6, jadi saya berangkat lebih awal sekitar jam 5. Soalnya perjalanan dari Lawang ke Malang tidak selalu lancar, tapi setengah jam bisa sampai.

Di Malang basketnya seperti apa?

Malang itu membentuk saya jadi pekerja keras. Soalnya dari Lawang ke Malang itu, kan, lumayan. Kalau saya menyerang begitu saja, tidak bakal dapat prestasi yang diinginkan.

Menurut saya, basket itu penting untuk memadukan satu sama lain. Maksudnya, kalau saya terus latihan, maka saya juga bisa jadi semakin baik dengan yang lainnya. Kalau saya tidak datang latihan, karena jauh, berarti saya tidak akan berkembang.

Kamu main basket sejak kapan?

Saya kenal basket itu mulai SD, cuma tidak pernah ikut sedimikian rupa dengan klub. Sebelumnya itu di dekat rumah saya ada SMA. Kebetulan SMA juga. Saya suka melihat mas-mas sama mbak-mbaknya basket. Saya jadi ingin mencoba basketan, terus basketan sendiri, latihan sendiri, asal olahraga saja gitu.

Mulai kelas 4 SD itu mulai tertarik ke basket, cuma dulu tidak langsung basket. Mulai basketnya itu sejak SMP.

Karena ikut ekstrakurikuler?

Iya, ikut ektrakurikuler. Dari situ ikut O2SN, Popda, dan semacamnya. Sejak itu mulai suka dan cinta sama basket. Kenapa? Karena saya merasa passion saya di sini.

Apa yang menarik dari basket?

Nilai kehidupannya. Seperti tidak gampang menyerah, terus kita hidup berasal dari apa yang kita lakukan. Itu, kan, sesuai sama nilai-nilai kehidupan yang ada. Kalau saya meninggalkan basket, saya kehilangan sesuatu.

Seberapa pentingnya jadinya basket dalam hidupmu? Memangnya kalau tidak basket kamu tidak hidup?

Kalau hidup, ya tetap hidup, tapi kalau tidak basket itu kayak ada yang kurang gitu. Aneh rasanya.

Kira-kira kalau tidak main basket kamu bakal jadi apa?

Jadi apa, ya? Karena kebetulan saya di olahraga, mungkin saya bisa jadi guru atau semacamnya gitu.

Apa yang bikin kamu memutuskan terjun ke profesional?

Saya dulu memang ingin jadi atlet profesional. Saya tidak mau kalah.

Apa menariknya jadi pemain profesional?

Menariknya main basket di profesional itu saya bisa mengenal orang-orang yang lebih hebat dari saya dan saya bisa bermain bersama mereka.

Sekarang sudah bertemu dengan orang-orang jago seperti itu?

Sejauh ini, sih, sangat banyak yang lebih jago dari saya. Mereka berbagi ilmu dengan saya.

Apa yang kamu rasakan ketika bertemu dengan mereka?

Pertama, senang—excited—begitu, cuma saya harus bisa bersaing dengan mereka atau minimal membantu mereka untuk meraih tujuan yang sama. Kalau bisa juara mengapa tidak?

Kamu kuliah di mana?

Universitas Negeri Malang.

Oh, UM?

Iya, UM. Benar.

Kultur basket di sana seperti apa?

Seperti kekeluargaan. Semuanya itu diurus secara kekeluargaan. Jadi, tidak ada senioritas atau semacam. Kami lebih merangkul satu sama lain.

Mereka mendorong kamu untuk jadi lebih baik tidak?

Karena kami keluarga, yang nama keluarga sering mengingatkan satu sama lain. Dimulai dari situ, saya jadi merasa punya motivasi. Saya, kan, perlu menjaga keluarga ini.

Kalau Bima Perkasa menurutmu tim yang seperti apa?

Solid. Kuat di dalamnya. Ada kemauan untuk bersaing dan menjadi teladan untuk ruki. Jadi, saya merasa, “Oh, tidak salah saya ke sini.” Sama seperti orang-orang, saya yakin bisa berkembang di sini.

Bima Perkasa katakanlah sebagai sebuah tim baru. Belum pernah ke playoff, dan hampir ke playoff sebenarnya musim lalu. Beberapa pemain juga pemain muda. Apa yang kamu rasakan ketika datang pertama kali ke sana?

Beberapa pemain juga mantan timnas di sini. Saya juga harus belajar dari senior-senior saya. Saya merasa terayomi oleh senior-senior saya sekarang, tapi saya tidak boleh terlarut karena merasa terayomi itu tadi. Saya harus segera berkembang untuk tim.

Di sana juga ada Yanuar Dwi Priasmoro yang jadi MVP NBL. Apa yang hendak kamu pelajari dari seorang Yanuar?

Dia itu panutan. Maksudnya, di luar lapangan juga dia baik. Semua juga baik. Dia selalu memotivasi dan kalau ada yang salah selalu diingatkan. Kalau sudah benar, ya sudah lakukan. Dia lebih peduli kepada yang lainnya. Makanya dia bisa jadi seorang panutan dalam hidup saya.

Kalau Galank Gunawan?  Dia, kan, salah satu pemain yang pernah juara. Waktu di Satria Muda dia juara. Bagaimana Galank menularkan mental juaranya?

Dia selalu mengingatkan kami untuk meminimalisasi kesalahan. Jika melakukan kesalahan, dibenahi dan jangan dilakukan lagi. Selalu mengingatkan ke arah situ.

Kalau jajaran pelatih?

Jajaran pelatih selalu mendorong kami untuk menjadi yang terbaik, mengeluarkan yang terbaik dalam latihan. Dengan latihan kita bisa jadi lebih baik.

Siapa yang sering mendorong kamu seperti itu? Coach Ebos (Raoul Miguel Hadinoto)?

Coach Ebos, Coach Risdi (Risdianto Roeslan) juga. Semua coaching staff hampir selalu mendorong saya untuk meningkatkan kemampuan saya menghadapi musim depan.

Ada pemain senior yang secara khusus menjadi mentor kamu?

Pemain senior yang jadi mentor hanya mengingatkan. Semuanya mengingatkan supaya saya latihan sendiri. Kalau saya tidak latihan sendiri, saya tidak akan bertahan lama. Itu yang penting. Tidak ada yang secara khusus menangani saya. Semuanya mengingatkan.

Kemampuan apa yang bakal kamu beri untuk Bima Perkasa?

Saya ingin membantu dalam defense. Saya juga perlu memantapkan semua sistem yang ada di Bima Perkasa.

Kelebihan kamu selama ini apa?

Kelebihan saya, saya selalu bisa membantu tim untuk membuka ruang bagi teman-teman yang lain. Misalnya saya diberi ruang kosong, saya juga bisa menembak.

Apa yang akan kamu lakukan lagi untuk menambah kemampuan supaya bisa bertahan lama di liga?

Menambah pengalaman dengan menonton video basket yang detail. Saya baru mengneal dunia profesional, maka saya harus benar-benar terjun ke dunia ini dengan cara itu.

Menurutmu dunia profesional seperti apa? Kamu, kan, sudah mencoba setidaknya pertandingan pramusim?

Dunia profesional sekarang itu—menurut saya—saya belum terlalu kenal sebenarnya. Saya juga baru, tapi kalau di pramusim, karena pemain lokal semua, kami bisa bersaing ketat.

Latihan di Bima Perkasa seperti apa? Merasakan kesulitan tidak?

Saya sangat mengalami kesulitan. Sangat, sangat kesulitan karena beda sekali dengan yang saya lakukan di Malang. Saya ikut latihan di Malang, saya ikut latihan di universitas di Malang, saya masih bisa mengikuti. Cuma di profesional ini awalnya sulit mengikuti, tapi ke sini saya mulai beradaptasi.

Kapan mulai beradaptasi?

Kami latihan itu tanggal 9 Oktober, berarti sekarang sudah mulai bisa akhir bulan ini.

Apa saja yang kamu pelajari selama satu bulan ini?

Dunia basket profesional itu keras. Tidak kenal siapa pun kamu, tidak kenal tempat atau apa, ketika kamu masuk ke sini, kamu sudah harus siap dengna dunia profesional. Itu sulit menurut saya.

Kamu merasa bisa bertahan di IBL selama mungkin tidak? Masuknya gampang, bertahannya sulit.

Saya harus bisa untuk tidak meninggalkan latihan. Saya yakin kalau jalan saya benar, saya lurus, saya yakin bisa bertahan.

Ada tokoh panutan tidak yang bikin kamu termotivasi untuk terus bertahan?

Kalau yang selalu mengingat itu orang tua. Mereka selalu bilang, “Kamu itu bisa, Ried, kamu bisa. Pasti bisa. Kamu punya passion sejak kecil di sini. Kamu bisa dibilang jadi pemain basket.”

Orang tuamu juga punya latar belakang pemain basket?

Orang tua saya bukan kebetulan pemain basket, tapi orang tua saya punya latar belakang voli. Dulu mendukung saya untuk berolahraga.

Selama ini mendukung dari segi apa saja? Moral dan finansial?

Sejauh ini moral dan finanasial. Dulu saya kalau tidak punya sepatu basket, orang tua saya berusaha untuk membelikan saya sepatu supaya saya bisa bermain basket.

Apa yang paling penting di basket buat kamu?

Saya merasa senang ketika bermain basket.  Saya merasa bahagia. Ada istilah, “Marilah kita bersenang-senang. Kalau tidak senang, itu bukan basket.”

Di profesional, kan, susah untuk senang-senang, tapi saya harus bisa senang. Saya susah di latihan, tapi harus senang di pertandingan.

Kamu masih kuliah?

Masih. Sekarang saya lagi skripsi. Kemarin saya sudah bicara sama dosen saya, menanyakan apakah bisa skripsi lewat online. Saya, kan, harus di Yogyakarta sementara kuliahnya di Malang. Saya harus memastikan itu karena pendidikan itu penting juga.

Kalau kosong, biasanya saya pergi ke perpustakaan untuk mengerjakan skripsi. Saya harus pintar bagi waktu sama latihan supaya kuliah tetap jalan.

Ada semacam advice tidak dari pelatih dan senior yang sudah lama berada di dunia profesional?

Mereka, sih, mengingatkan untuk tetap kuliah. Ya, jangan ditinggalkan karena sayang sudah sampai sini. Kalau dari pelatih, mereka bilang, saya harus siap dengan segala kemungkinan. Karena sayang banget kalau saya tinggalkan. Buat apa saya kuliah kalau tiba-tiba ditinggalkan.

Seberapa penting pendidikan?

Pendidikan nomor satu. Orang tua saya juga sudah banting tulang untuk menguliahkan saya. Kalau mereka tidak berusaha, saya tidak akan kuliah. Kalau dulu tidak diterima lewat jalur undangan, mungkin, saya juga tidak akan kuliah dan tidak merasakan dunia profesional ini. Saya di sini karena kuliah juga. Kalau saya tidak kuliah, saya tidak bisa basket.

Persaingan di tingkat mahasiwa seperti apa?

Kalau di Malang atau Jawa Timur, itu ketat banget. Karena di sana ada Ubaya dan lain-lain. Ketat juga dan lumayan untuk menunjang kami di profesional.

Lumayan apa?

Lumayan bisa membantu bersaing di profesional.

Cukup tidak level mahasiswa untuk modal ke profesional? Atau harus ada tambahan lain?

Cukup, tapi memang perlu tambahan seperti kejurda dan lain-lain. Kejuaraan daerah juga penting supaya kita tahu perkembangan basket di daerah kita seperti apa, juga bisa menjadi ukuran untuk membantu daerah kita berkembang lagi.

Foto: Hariyanto

Komentar